Journey Ramadhan

Rabu, 15 Juli 2015 0 komentar
Apa kabar ramadhan


Apa kabar bulan yang penuh perhitungan. Tentang makna detik yang berlalu, ataukah kebaikan sekecil zarrah yang tak luput dari hitungan. Bak sebuah kompetisi sebulan, entah menamatkan tiap juz Al-Qur’an, berlomba mengumpulkan langkah ke rumah Tuhan, berlomba menyahut amin usai Al-fatihah, berpetualang di masjid-masjid yang tarawihnya singkat, menemukan anak yatim untuk dijadikan teman, mencari masjid dengan takjil yang berbeda, mengejar matahari ketika subuh tiba, menonton acara makan di televisi, atau menikmati jajanan takjil yang berbaris rapih di sepanjang jalan.

Apa kabar bulan penuh pengampunan. Tentang dosa yang telah termakan usia ataukah yang masih belia. Kukira Tuhan tak lagi memandang latarbelakang, bulan ini nan jadi pertanda untuk tahu siapa yang paling banyak mengais pahala atau yang paling sering menuntut Tuhan untuk sebuah pengampunan.
 
Aku mengenal bulan ini sebagai tempat kembali. Ramadhan, selalu mengingatkan para perantau mengingat kampung halamannya, juga umat yang terlalu jauh agar mendekat pada Tuhannya.  Masjid-masjid mulai ramai kedatangan tamu, apakah yang sering bersua atau yang baru menampakkan wajah, para imam selalu kerepotan mengatur shaf yang mulai menebal kebelakang. Sedang sepanjang jalan memadat, sesak, dipenuhi para pemudik yang terperangkap kerinduan. Entah mengapa orang-orang mulai lebih pandai dari biasanya. Pahala yang dulu dibiarkan menyia tanpa sesiapa jadi hal yang dipergunjingkan malaikat karena telah jadi bahan rebutan manusia. Ramadhan, membuat arah gravitasi manusia berubah, menekan dosa, dan ajang menebus rindu.

Apa kabar bulan yang tak payah menampung doa dan kehendak, dimana padanyalah segala ditumpahkan. Ramadhan, terlalu sempit dengan tiga puluh hari yang dimilikinya. Namun, adakah laut yang melebihi luasnya ketika air mata umat Muhammad, doa-doanya, kehendaknya, dosa-dosanya, ampunanNya, dihimpun dan ditampung? Tak ada sedikit pun dibiarkan meluap, meski padanya gunung diruntuhkan, atau bintang-bintang dibolehkan berjatuhan sekalian.

Apa kabar bulan pendidikan. Yang mengajarkan ikhlas, sabar, tekun dan saling menyantuni lewat tingkah dan perbuatan, bukan teori yang harus di hapalkan seperti di sekolah. Menahan hawa nafsu, berarti menahan amarah dan telaten dalam bersabar. Aku lebih sering menemukan senyuman dimana-mana, semuanya terasa ikhlas. Menahan dahaga dan tak makan bahkan bila haus dan lapar mulai menyiksa. Sedang fajar dan adzan maghrib mulai ditunggu-tunggui tibanya seperti menunggui sebuah tendangan penalti saja. Karenanya, aku tidak lagi kesepian menunggui fajar, juga harus memberikan separuhnya untuk dinikmati banyak umat. Memang begitulah semestinya.

Apa kabar, bulan yang penuh kabar gembira. Entah mengapa di sela terik matahari, hujan turun. Kurasa, langit pun tak mau melepaskan. Baru saja rasanya kemarin kita bersua, lalu kau menjadi trending topic umat sedunia, sekarang kau mau pergi secepat senja? Adakah engkau menelan waktu terlalu banyak? Sampai terhujat malam, karena menyicipi bulan terlalu cepat. Jangan begitu, senja tak pernah mau aku yang menunggui saja, rumah Tuhan tak pernah inginkan kesunyian, dan para pengepul dosa masih ingin mengais pahala. Apakah harus membujuk Tuhan, atau membius bulan, agar kau bisa tinggal lebih lama?
Bulan mendengus,
riuh malam tenggelam,
matahari bergerak lebih keatas.
Fajar terbentang di kaki langit,
ada gema di sela-sela kumandang takbir,
“Kabarku, adalah se-bagaimana kabar imanmu(?)-”

Ramadhan, di kaki gunung latimojong… 17 Juli 2015… aku melepas ramadhan dengan ikhlas, semoga selamat sampai tujuan dan tetap utuh hingga kepangkuan Tuhan. Katakan pada-Nya, aku tidak sungguh-sungguh hendak membius bulan. Datanglah kembali di tahun depan.



0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Mengepak fajar | TNB