Apakah semua penulis merasakan yang sama?

Kamis, 23 Juli 2015 0 komentar

Apakah semua penulis merasakan yang sama atau ini hanya kekakuanku sebagai pemula.
Aku tidak mengerti, tiap-tiap orang yang kutanyai, mereka selalu menjawab hal yang sama. Bahkan ketika aku searching di google pun tak ada bedanya. “!Tulislah dari hati! Bagaimana perasaanmu ketika menulis? Apa yang tidak masuk akal? Apa yang akan paling menonjol ditulisanmu!”.

Apakah para penulis cerpen, yang tulisan-tulisannya dimuat dimajalah, yang tak payah ku baca, mereka memikirkan hal yang sama sebelum menulis? Apakah sebelum itu mereka menjadi tiap-tiap tokoh yang ditulisnya? Apa iyya, mereka menunggu hatinya sedih sebelum menulis adegan sedih? apakah semua inspirasinya datang dari pengalaman mereka. Atau mereka tak boleh menuliskan apa yang belum mereka rasakan?

Beritahu aku! Apa itu benar? Haruskah seperti itu? Kenapa semua pertanyaan itu malah membuat dadaku sesak. Setiap inspirasi yang kufikirkan lenyap begitu saja ketika pertanyaan semacam itu menggerogotiku tiba-tiba. Dibagian mana itu akan benar-benar membantu?

Sebelumnya aku tidak pernah memikirkan kata kalah dan menyerah. Kotak terkirim di emailku bahkan meluap bersama nama penerbit yang tak kunjung memberi balasan. Tapi sekarang, aku mulai berfikir bahwa bukan pertanyaan itu yang salah, akulah penyebabnya. Imajinasiku terlalu tinggi hingga tulisanku tak pernah masuk akal, salahkah bila aku ingin menyamai kisah Harrypotter? Yang sukses dengan imajinasi diluar batas? Aku salah telah menulis setiap saat, harusnya kutunggui dulu seseorang membuatku menangis lalu menulis, harusnya kucobai dulu moment serupa baru aku bisa menuliskannya. Bukankah harusnya seperti itu? Aku salah telah menulis dimanapun, harusnya aku pergi dulu kesuatu tempat, tempat dimana orang-orang bisa menemukan inspirasinya, seperti itu kan? Aku memang salah karena menulis untuk diriku sendiri, sedang tulisan itu tak berarti apa-apa jika tak dibaca orang lain. Harusnya kan seperti itu. Aku sudah mengakuinya! Jika demikian, Inspirasi itu sulit sekali yah ditemukan. Makanya aku selalu memohon pada Tuhan, agar dimudahkan jalanku menemukan sebuah inspirasi.

Sebenarnya, karena itu aku menjadi benci berfikir ketika menulis. Fikiran itu plin plan, ia tak pernah mengalirkan cerita sesuai harapan semula. Ia menjauhkanku dari kata logis, membuatku mengubah adegan tiba-tiba. Berfikir membuatku melihat banyak kemungkinan, lalu menjadi bingung memilih yang mana. Berfikir membuatku kehilangan kosentrasi, aku bahkan tak melihat batas imajinasi, semuanya melambung tanpa sepengetahuan. Akh… Lalu penulis yang mana, yang bisa menulis tanpa berfikir? Itu artinya, aku bahkan membenci sebuah jalan menjadi penulis. Huh…

Apakah semua penulis merasa demikian? Atau hanya aku, dan kekakuanku sebagai pemula?



0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Mengepak fajar | TNB