Refleksi
Bhinneka Tunggal Ika
Siapa yang tak mengenal
Indonesia? Adalah sebuah negara dengan ciri kepulauan-kepulauan yang melekat
padanya. Sejak dulu, saat ia di sapa nusantara hingga di kenal sebagai
Indonesia seperti sekarang. Negara berkembang yang kini mengatasnamakan
persatuan bangsa sebagai salah satu aspek fundamental dalam kenegaraan.
17.508 merupakan
angka yang cukup fantastik yang dimiliki sebuah negara untuk pulau-pulau yang
ada padanya. Namun bagi Indonesia, angka itu telah menjadi hal yang lumrah di
telinga masyarakat dunia. Didalamnya, tentu tak monoton. Ada banyak suku,
budaya, bahasa, agama dan kulit beragam rupa yang hidup dan tumbuh.
Terbayangkan, bagaimana
tiap-tiap mereka berderai semangat menjaga simpul yang telah terikat kuat
antara mereka agar tak renggang pun tak putus? Sebagaimana yang kita ketahui
bahwa dalam diri seseorang ada beribu-ribu pendapat, beraneka keinginan, dan
hal-hal individual lainnya. Sebuah forum yang beranggotakan 10 hingga 20 orang
saja, tak pelik akan perbedaan pendapat sebab aspek yang tak sama, dan tujuan
yang tak seragam. Keributan? Anda akan berfikir seperti itu. Bagaimana dengan
Indonesia, dengan triliunan kepala yang hidup dalam satu negara. Konflik? Yah,
kemungkinan besar yang akan menghantui tiap-tiap yang menjadi kepala negaranya.
Sekilas
mengembalikan memoar kelam Indonesia dalam menyikapi perbedaan yang tak lagi
bisa terjamah logika. Yang saat itu, konflik di Kalimantan barat, Kalimantan
tengah, Ambon, Maluku, dan Poso, membara, membakar semangat mereka yang menggebu
menjadi pemberontak, brutal dan liar, tak lagi memandang jelas ketika segala
egoisme berdiri di atas nama perbedaan. Perbedaan sebagai pemicu konflik adalah
fakta yang harus di telan paksa oleh warga Negara Indonesia. Logika, memang tak
selamanya bisa sejajar dengan rasa sebab kompetisi adalah hal tabu yang mesti jadi
bahan perhitungan dalam hal pengakuan, egoisme, dan kekuasaan.
Lantas, pada faktanya konflik-konflik tersebut
malah melahirkan pemikir-pemikir bijak, menemukan solusi dan hidup berdamai
lagi. Lagi-lagi, nyatanya konflik itu, adalah sarana belajar, perbaikan ke
depan, dan juga ujian. Sebagaimana pepatah kuno berkilah, semakin tinggi pohon,
maka akan semakin kencang angin menerpanya. Begitu Indonesia, Tuhan tahu negara
mana yang akan cukup kuat, cukup cerdas, cukup toleran, bila di uji lagi dan
lagi. Bukankah pelangi hanya akan ada setelah hujan?
Lagi, nyatanya
bahwa lebih banyak perdamaian di balik sekelumit konflik-konflik itu. Lebih
banyak perbedaan, lebih banyak tahu, pengalaman dan ide cemerlang, serta lebih
banyak yang berpegang tangan membangun bangsa. Sekalipun sulit disatukan, tapi
tak ada yang benar-benar buruk dalam perbedaan, konflik sekalipun adalah
pelajaran. Nada, butuh berbeda untuk terdengar indah, sedang pelangi butuh banyak
warna untuk terlihat memesona, dan Indonesia dengan keaneragaman yang menjadikannya
berestetika dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Maka kenapa mesti
takut berbeda? Kita hanya akan menjadi satu dengan perbedaan, bukan? Tanpa
perbedaan adalah sama. Dan menjadi sama, tak selalu mencipta warna. Oleh karena
itu, saya memaparkan beberapa jalan yang harusnya tetap di pegang teguh agar
persatuan tak runtuh:
a. Mencintai tanah air. Rasa memiliki akan mengantarkan anda pada sikap
rela berkorban.
b. Bersikap toleran.
c. Membina persatuan dan kesatuan
Nah, dengan menerapkannya,
Anda kini memiliki gengggaman kuat pada persatuan Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar