ESAI PREMATURE

Sabtu, 18 Juli 2015 0 komentar
Membudayakan Sistem Pendidikan Khusus dan Berkelanjutan Menjadi Indonesia Muda yang Professional

Indonesia adalah Negara dengan kekayaan yang kompleks. Bukan hanya budaya, suku atau kepulauan, melainkan pada sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Tidak ada yang meragukan kekayaan tersebut. Bahwa Indonesia dengan sumber daya alamnya bisa menjadi daya tarik bagi negara-negara lain untuk bereksplorasi. Namun, tidak seperti halnya dengan sumber daya manusia yang dimiliki. Mengapa dengan mumpuninya orang-orang intelektual dan institut-institut ternama masih menjadikan Indonesia sebagai Negara yang dicap berkembang? Yang kebanyakan manusia terdidiknya adalah pengangguran? Atau kebanyakan penduduknya memilih megonsumsi produk luar negeri yang katanya lebih efektif? Apakah sebegitu tidak inovatifnya para intelek di Indonesia?
Pendidikan, adalah salah satu jalan keluar bagi pemerintah. Beberapa kali sistem pendidikan Indonesia telah dirombak dan diperbaharui. Tapi toh, seiring perkembangan zaman, tak ada yang benar-benar membuktikan perubahan. Pelajar muda Indonesia masih dibayang-bayangi ketidakpuasan dalam satu atau dua pelajaran yang dijadwalkan. Mereka masih banyak yang memilih menekuni hobi dari pada mata pelajaran di sekolah. Akibatnya, masih kita dapati professor atau pelajar yang benar-benar terbilang professional di bidangnya dalam keadaan menua. Mereka tidak lagi berfikir seproduktif ketika muda. Hal seperti inilah yang menghasilkan Indonesia yang stagnan, bahkan kolaborasi dengan negara di dunia pun masih kurang percaya diri hingga menjadikan Indonesia terlambat dalam menyusuri tiap perkembangan.
Keterlambatan tersebut berawal dari sistem pendidikan di Indonesia yang masih berkutat dengan pelajaran kompleks juga terbilang wajib dari tingkat sekolah dasar hingga universitas. Para manusia terdidik masih dibatasi pergerakannya. Kebanyakan masa universitas dijadikan ajang mulai memahami hingga bahkan sekedar mencoba-coba. Kondisi seperti itu masih menjadi polemik terselubung yang belum menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan sebuah sistem pendidikan. Kelebihannya adalah para pelajar memiliki banyak pengetahuan, bahkan beberapa dari mereka menguasai pengetahuan umum dan beberapa bidang sekaligus. Tapi lagi-lagi itu bukan sebuah jaminan bahwa Indonesia kaya akan pengetahuan. Mereka memang menguasai, tapi tidak benar-benar ahli. Mereka paham tapi bukan seorang professional. Hanya jika mereka telah mengambil gelar professor saja barulah mereka bisa fokus pada satu bidang. Berapa lama waktu yang dihabiskan untuk menjadi pemula, lalu menjadi professional jika sistemnya semacam itu?  
Terlebih, di era yang semakin menanjak maju, terbentuknya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) menjadi cambukan bagi Intelektual Indonesia untuk lebih meningkatkan kualitas diri. Tuntutan professional tentu tidak dapat dipungkiri. Segera, paradigma pendidikan Indonesia harus diubah, tentang ketidakmerataan fasilitas, penguasaan semua materi dasar atau pelajaran yang cukup kompleks tanpa mempersoalkan bidang dan bakat siswa.
Sistem pendidikan Indonesia saat ini memfokuskan bidang peminatan ketika akan memasuki universitas. Disanalah pelajar  dihadapkan pada berbagai jurusan yang berbeda-beda. Mulai dari tingkat peminatan yang paling tinggi hingga yang kurang peminatnya. Mereka harus memilih, kelanjutan satu dari banyak mata pelajaran yang telah dikuasainya di sekolah menengah atas. Tak ayal, mereka yang akan memasuki universitas selalu merasa berdiri pada sebuah persimpangan. Mereka yang masih kebingungan akan menganggap tahun pertama sebagai ajang coba-coba semata, toh ijazah yang dipegangnya juga berlaku untuk dua tahun ke depan. Jadi apa salahnya mencoba. Tak menutup kemungkinan, itulah yang ada dibenak mereka. Belum lagi mereka yang memutuskan sebuah jurusan dengan alasan bahwa jurusan itulah yang paling banyak diminati. Tidak perduli akan bakat dan kemampuan mereka. Lalu mereka memasuki jurusan itu dan memulai segalanya dari nol. Itulah berbagai dampak kompleksnya penguasaan pelajaran sejak dini.
Akibat ketidakmampuannya bersaing dengan terlalu banyaknya pelajar pada satu bidang peminatan yang sangat digemari, maka pelajar yang lain akan tergusur dan terpaksa memilih jurusan yang tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dengan begitu, mereka yang tak benar-benar bisa beradaptasi akan merasa sulit bahkan untuk melanjutkan kuliah sekalipun. Hal semacam itu sama halnya dengan mempertaruhkan sebuah nasib.
Sepertihalnya kata pepatah bahwa hal yang tersulit sekalipun akan menjadi mudah jika dibiasakan. Begitu halnya, sistem pendidikan khusus dan berkelanjutan semestinya dibudayakan sejak dini. Khusus dan berkelanjutan berarti setiap pelajar adalah ahli dalam satu bidang. Mereka fokus terhadap apa yang menjadi minat dan keinginan mereka sejak dibangku SD dan berkelanjutan hingga universitas. Dan tiap-tiapnya adalah tanggung jawab suatu instansi hingga ia benar-benar menjadi seorang ahli.
Pengetahuan akan minat peserta didik harusnya dimulai sejak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Melalui apa yang digemarinya dan bidang apa yang menjadi bakatnya. Di tingkat sekolah dasar, mereka tidak lagi diikutkan pada semua mata pelajaran. Cukup bidangnyalah yang akan menjadi fokus utamanya. Termasuk bahasa, bahwa mereka adalah penguasa bahasa internasional. Bahasa juga bukan lagi sebuah pelajaran yang punya waktu khusus untuk diajarkan. Melainkan bahasa adalah sebuah kebiasaan. Bahasa asing (bahasa inggris) ataupun bahasa nasional (Indonesia) diberlakukan pada hari-hari tertentu. Dengan pengajar yang juga berkompeten baik dibidangnya maupun dalam bahasa. Sehingga tidak akan ada kendala yang cukup berarti hingga seseorang pelajar yang ahli menjadi gusar jika ingin ke luar negeri hanya karena ketidakmahirannya akan bahasa dunia.
Jika seperti itu, kemerataan fasilitas pendidikan bukan lagi suatu hal yang perlu dibanding-bandingkan. Pelajar yang kemudian pengangguran bukan suatu hal yang menjadi bahan risauan. Kedepan, akan ada banyak professional yang terlahir hingga berinovasi adalah ladang usaha, tak lagi saling memperebutkan lowongan pekerjaan. Juga tak lagi berebut masuk universitas. Sistem pendidikan khusus dan berkelanjutan akan menjadi sistem terpaket yang akan menghasilkan seorang ahli dalam satu bidang. Dengan kata lain, anak-anak Indonesia dibiarkan berkreasi dan berinovasi tanpa membatasi kemampuan alamiah mereka.
Perlu waktu yang cukup panjang, juga persiapan yang cukup matang, dan pengorbanan yang besar untuk merombak suatu sistem. Tapi jika karena system itulah Indonesia akan hidup dan dikenal lebih lama lagi, kenapa tidak? Sebab, memanusiakan manusia itu memang bukan pekerjaan yang instan.




0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Mengepak fajar | TNB