Membudayakan Sistem Pendidikan
Khusus dan Berkelanjutan Menjadi Indonesia Muda yang Professional
Indonesia
adalah Negara dengan kekayaan yang kompleks. Bukan hanya budaya, suku atau
kepulauan, melainkan pada sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Tidak
ada yang meragukan kekayaan tersebut. Bahwa Indonesia dengan sumber daya
alamnya bisa menjadi daya tarik bagi negara-negara lain untuk bereksplorasi.
Namun, tidak seperti halnya dengan sumber daya manusia yang dimiliki. Mengapa
dengan mumpuninya orang-orang intelektual dan institut-institut ternama masih
menjadikan Indonesia sebagai Negara yang dicap berkembang? Yang kebanyakan
manusia terdidiknya adalah pengangguran? Atau kebanyakan penduduknya memilih megonsumsi
produk luar negeri yang katanya lebih efektif? Apakah sebegitu tidak
inovatifnya para intelek di Indonesia?
Pendidikan,
adalah salah satu jalan keluar bagi pemerintah. Beberapa kali sistem pendidikan
Indonesia telah dirombak dan diperbaharui. Tapi toh, seiring perkembangan
zaman, tak ada yang benar-benar membuktikan perubahan. Pelajar muda Indonesia
masih dibayang-bayangi ketidakpuasan dalam satu atau dua pelajaran yang
dijadwalkan. Mereka masih banyak yang memilih menekuni hobi dari pada mata
pelajaran di sekolah. Akibatnya, masih kita dapati professor atau pelajar yang
benar-benar terbilang professional di bidangnya dalam keadaan menua. Mereka
tidak lagi berfikir seproduktif ketika muda. Hal seperti inilah yang
menghasilkan Indonesia yang stagnan, bahkan kolaborasi dengan negara di dunia
pun masih kurang percaya diri hingga menjadikan Indonesia terlambat dalam
menyusuri tiap perkembangan.
Keterlambatan
tersebut berawal dari sistem pendidikan di Indonesia yang masih berkutat dengan
pelajaran kompleks juga terbilang wajib dari tingkat sekolah dasar hingga
universitas. Para manusia terdidik masih dibatasi pergerakannya. Kebanyakan
masa universitas dijadikan ajang mulai memahami hingga bahkan sekedar
mencoba-coba. Kondisi seperti itu masih menjadi polemik terselubung yang belum
menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan sebuah sistem pendidikan.
Kelebihannya adalah para pelajar memiliki banyak pengetahuan, bahkan beberapa
dari mereka menguasai pengetahuan umum dan beberapa bidang sekaligus. Tapi
lagi-lagi itu bukan sebuah jaminan bahwa Indonesia kaya akan pengetahuan. Mereka
memang menguasai, tapi tidak benar-benar ahli. Mereka paham tapi bukan seorang
professional. Hanya jika mereka telah mengambil gelar professor saja barulah
mereka bisa fokus pada satu bidang. Berapa lama waktu yang dihabiskan untuk
menjadi pemula, lalu menjadi professional jika sistemnya semacam itu?
Terlebih,
di era yang semakin menanjak maju, terbentuknya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) menjadi
cambukan bagi Intelektual Indonesia untuk lebih meningkatkan kualitas diri.
Tuntutan professional tentu tidak dapat dipungkiri. Segera, paradigma
pendidikan Indonesia harus diubah, tentang ketidakmerataan fasilitas,
penguasaan semua materi dasar atau pelajaran yang cukup kompleks tanpa
mempersoalkan bidang dan bakat siswa.
Sistem
pendidikan Indonesia saat ini memfokuskan bidang peminatan ketika akan memasuki
universitas. Disanalah pelajar dihadapkan
pada berbagai jurusan yang berbeda-beda. Mulai dari tingkat peminatan yang
paling tinggi hingga yang kurang peminatnya. Mereka harus memilih, kelanjutan
satu dari banyak mata pelajaran yang telah dikuasainya di sekolah menengah
atas. Tak ayal, mereka yang akan memasuki universitas selalu merasa berdiri
pada sebuah persimpangan. Mereka yang masih kebingungan akan menganggap tahun
pertama sebagai ajang coba-coba semata, toh ijazah yang dipegangnya juga
berlaku untuk dua tahun ke depan. Jadi apa salahnya mencoba. Tak menutup
kemungkinan, itulah yang ada dibenak mereka. Belum lagi mereka yang memutuskan
sebuah jurusan dengan alasan bahwa jurusan itulah yang paling banyak diminati.
Tidak perduli akan bakat dan kemampuan mereka. Lalu mereka memasuki jurusan itu
dan memulai segalanya dari nol. Itulah berbagai dampak kompleksnya penguasaan pelajaran
sejak dini.
Akibat
ketidakmampuannya bersaing dengan terlalu banyaknya pelajar pada satu bidang
peminatan yang sangat digemari, maka pelajar yang lain akan tergusur dan
terpaksa memilih jurusan yang tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dengan
begitu, mereka yang tak benar-benar bisa beradaptasi akan merasa sulit bahkan
untuk melanjutkan kuliah sekalipun. Hal semacam itu sama halnya dengan
mempertaruhkan sebuah nasib.
Sepertihalnya
kata pepatah bahwa hal yang tersulit sekalipun akan menjadi mudah jika
dibiasakan. Begitu halnya, sistem pendidikan khusus dan berkelanjutan
semestinya dibudayakan sejak dini. Khusus dan berkelanjutan berarti setiap
pelajar adalah ahli dalam satu bidang. Mereka fokus terhadap apa yang menjadi
minat dan keinginan mereka sejak dibangku SD dan berkelanjutan hingga
universitas. Dan tiap-tiapnya adalah tanggung jawab suatu instansi hingga ia
benar-benar menjadi seorang ahli.
Pengetahuan
akan minat peserta didik harusnya dimulai sejak Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Melalui apa yang digemarinya dan bidang apa yang menjadi bakatnya. Di
tingkat sekolah dasar, mereka tidak lagi diikutkan pada semua mata pelajaran.
Cukup bidangnyalah yang akan menjadi fokus utamanya. Termasuk bahasa, bahwa
mereka adalah penguasa bahasa internasional. Bahasa juga bukan lagi sebuah
pelajaran yang punya waktu khusus untuk diajarkan. Melainkan bahasa adalah
sebuah kebiasaan. Bahasa asing (bahasa inggris) ataupun bahasa nasional
(Indonesia) diberlakukan pada hari-hari tertentu. Dengan pengajar yang juga
berkompeten baik dibidangnya maupun dalam bahasa. Sehingga tidak akan ada
kendala yang cukup berarti hingga seseorang pelajar yang ahli menjadi gusar
jika ingin ke luar negeri hanya karena ketidakmahirannya akan bahasa dunia.
Jika
seperti itu, kemerataan fasilitas pendidikan bukan lagi suatu hal yang perlu
dibanding-bandingkan. Pelajar yang kemudian pengangguran bukan suatu hal yang
menjadi bahan risauan. Kedepan, akan ada banyak professional yang terlahir
hingga berinovasi adalah ladang usaha, tak lagi saling memperebutkan lowongan
pekerjaan. Juga tak lagi berebut masuk universitas. Sistem pendidikan khusus
dan berkelanjutan akan menjadi sistem terpaket yang akan menghasilkan seorang
ahli dalam satu bidang. Dengan kata lain, anak-anak Indonesia dibiarkan
berkreasi dan berinovasi tanpa membatasi kemampuan alamiah mereka.
Perlu
waktu yang cukup panjang, juga persiapan yang cukup matang, dan pengorbanan
yang besar untuk merombak suatu sistem. Tapi jika karena system itulah
Indonesia akan hidup dan dikenal lebih lama lagi, kenapa tidak? Sebab,
memanusiakan manusia itu memang bukan pekerjaan yang instan.
0 komentar:
Posting Komentar