cerpen: terbit dalam salah satu buku antologi cerpen remaja

Selasa, 04 Agustus 2015 0 komentar

Phytagoras Nightmare
By Aprianti
Hari ini aku bermimpi, ada kamu! Tak tahu mengapa kamu bisa hadir, karena rasanya aku tak pernah melayangkan undangan ataupun doa untuk berharap kamu ada. Seperti jelangkung, yang datang tak di jemput pulang pun tak di antar. Terbesit tanya, apa mungkin kamu jodohku? *hope face*
Di mimpiku, kau tersenyum, seolah kita telah saling akrab sekian lama, padahal nyatanya tak pernah kita saling sapa meski dalam kelas yang sama. Senyum itu tak kau jaga lama, hingga kemudian suaramu memecah lamunanku yang sangat ingin tahu arti senyummu apa. Kau bilang,
“Matematika itu mudah!”
Kata-katamu itulah yang membuatku tertegun lama, seakan bisa kau baca perasaanku yang gusar sebab sulitnya memahami matematika yang telah ku pendam sejak lama. Aku tahu, itu memang kamu, yang mencintai matematika terlampau amat.
Tapi setelah itu, aku tak tahu bagaimana cara mengakhirinya, denting alarm yang seketika berbunyi melenyapkanmu dalam angan. Tersadar, adzan subuh telah bersahutan di tepi-tepian langit, sedang ayam-ayam berlomba berkokok yang sepertinya tak mau ketinggalan bagian rezeki hari ini. Uh! Beraninya dia ngebawa-bawa matematika di mimpiku. Gerutuku yang masih terpaku di balik selimut. Ada harap bahwa mimpi adanya kamu adalah hanya bunga tidur penghias malamku yang cukup melelahkan. Yah, aku hanya terlalu lelah. Harusnya kamu hadir tanpa matematika.
*
Malam setelah malam kamarin, sengaja kusibukkan diriku sendiri, mencari segala sesuatu yang bisa mengidap dalam fikiranku lebih lama. Aku tak mau, tak mau kamu hadir di mimpi yang sama, tak mau kamu mengusik hariku terlampau dalam. Sudah cukup aku yang tertancap malu di depanmu sebab tak bisa menjawab soal yang sama dengan yang kau jawab di bukumu tadi. Aku jelas bukan pendampingmu. Fikirku dalam sesak yang ku tahan di depan kamu.
Aku yang berlari pergi saat kau ajari rumus-rumus segala rupa itu, mengikut beberapa alasan. Pertama, aku jadi sadar, kau akan lebih menyukai matematika dari pada aku kelak. Bukankah matematika itu kaku? Yah, kurasa kekakuanmu sebagai lelaki pun tercipta karena itu. Kedua, kamu suka bermain phytagoras sedang aku yang terlalu benci dengan dalil itu. Dalil yang menurutku menghalalkan cinta segitiga. Tak ada orang ketiga, maka tak jadilah dalil Phytagoras. Dari segi itu, aku mundur menjadi salah satu yang bisa melengkapkan segitiga phytagorasmu. Kembali, aku menolakmu untuk hadir di mimpiku lagi.
Hal tak terduga terjadi, hal yang tak ku inginkan ada menggentayangi mimpiku malam ini. Sebuah kesialan! adapun kamu yang lagi-lagi mengikutkan matematika yang telah jelas-jelas aku tolak. Kamu ada, duduk tenang di ruang mimpiku, dengan gambaran yang sama saat di kelas matematika tadi, ku perhatikan kamu yang begitu serius menggambar segitiga, uh! emang ini ruangan matematika, apa! Teriakku geram. Kamu berhenti sekian detik, menatapku sinis. Aku tak perduli. Segitiga yang telah kau buat ku ambil paksa, yang sisi-sisinya baru saja akan kau hitung dengan rumus phytagoras. Ku potong sudut-sudut segitiga itu menjadi garis lurus yang hanya ada dua titik, kamu dan aku. Tapi hal yang tak ku duga terjadi, kekhawatiranku benar! bahwa kamu lebih memilih matematika daripada aku, itu benar. Aku tahu kamu geram, mengepal tangamu kuat-kuat, aku bisa melihat ada urat-urat nadi yang menegang di pergelanganmu, dan tiba-tiba kau menonjokku keras, seperti pegulat kau banting tubuhku yang kurus tanpa belas kasih. Aku lemas tanpa daya, mataku berair karena sadar tanpa bisa mengucap sepatah pun hingga bayangmu termakan angin dalam anganku.
**
Malam penuh keburukan itu berlalu, ku harap aku bisa meninggalkan kelas matematika setelah ini. Saking muaknya, aku tak tahu lagi sekarang, bagaimana membedakan kamu dengan matematika, kamu dan dia sama-sama menjadi enemy dalam mimpiku kini.
Aku hampir saja menamai rentetan mimpi yang ada kamu adalah mimpi buruk sepanjang hidupku, untung saja kamu yang sempat mengenyahkanku di mimpi sebelumnya hadir kembali di mimpiku kali ini. Mimpi yang aneh, aku terlahir kembali, tanpa tahu apa-apa, termasuk kebencian akan matematika. Samar-samar kamu berkata,
“Phytagoras itu... ketika kedua sisinya dijumlahkan maka hasilnya adalah sisi ketiga yang lebih panjang. Itu serupa kita, ketika ada aku yang menurutmu kaku karena matematika lalu bersama kamu yang easygoingkarena seni, akan menjadi kita dengan kisah yang lebih panjang, aku sama sekali tak menunggu orang ketiga,” katamu gamang sebelum semuanya buyaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrr.......
“Apri!!! kerjakan soal phytagoras di atas papan!” teriak Bu Imah, guru matematika tergalak yang sontak membuat mataku terbelalak. Tersadar, aku telah tertidur di dalam kelas sepanjang pelajaran.
Sedikit menoleh ke belakang, ada kamu yang tersenyum getir melihatku diam-diam, sebelum kembali ku arahkan tanganku untuk mengerjakan soal phytagoras yang entah sangat ingin ku jadikan teman akrab.
***
Kedatanganmu yang tiba-tiba itu tak membuatku menyalahkanmu Tuan, tidak juga ingin mengusirmu begitu saja tanpa tanggungjawab sebab kau telah membuatku berfikir bahwa kau adalah titisan Tuhan untuk jadi lelakiku kelak.
Kehadiranmu membangunkan harapku dari tidur panjangnya. Seisi hati jadi was-was seketika hanya bila kau tersenyum. Dari arah yang aku pun tak duga, sosokmu menjadi gravitasi kornea mata. Aku tak bisa menolak, meluapkannya pun tidak, aku terlalu pandai menyembunyikan rasa dalam diam.
Ku harap, bahwa dalam diam ku, kau temukan rahasia rumus phytagoras yang hanya kita yang akan tahu dan jadi pelakon di dalamnya. Yah, kini dengan tahu itu, phytagoras menjadi alasan aku bisa PDKT ke kamu. Kamu, pesaing terberatku di kelas matematika.
end


0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Mengepak fajar | TNB